" KRIMINALITAS DAN PENANGANAN CYBER CRIME DI INDONESIA"

   Perkembangan teknologi informasi yang terjadi pada hampir setiap negara sudah merupakan ciri global yang mengakibatkan hilangnya batas-batas negara. Negara yang sudah mempunyai infrastruktur jaringan informasi yang lebih memadai tentu telah menikmati hasil pengembangan teknologi informasinya, negara yang sedang berkembang dalam pengembangannya akan merasakan kecenderungan timbulnya neokolonialisme . Hal tersebut menunjukan adanya pergeseran paradigma dimana jaringan informasi merupakan infrastruktur bagi perkembangan suatu negara. Tanpa penguasaan dan pemahaman akan teknologi informasi ini, tantangan globalisasi akan menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak lain dan hilangnya kesempatan untuk bersaing karena minimnya pemanfaatan teknologi informasi.
 
   Namun, walaupun perkembangan dunia internet membawa dampak positif yang menguntungkan bagi kita, meskinya kita juga tidak bisa mengabaikan dampak negatif yang akan kita rasakan dengan adanya perkembangan internet tersebut. Salah satunya adalah kejahatan di dunia cyber atau yang lebih kita kenal dengan cybercrime.
 
   Dalam beberapa literatur cybercrime sering di identikkan dengan computer crime. The US. departement of Justice memberikan pengertian computer crime sebagai…”any illegalact requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”. Pengertian lain diberikan Organization European Community Development, yaitu; ”any illegal unethical or anauthorized behaviour relating to the automatic processing and/or the transmission of data“. Sedangkan Andi Hamzah  dalam  bukunya ”  Aspek-aspek  Pidana  di  bidang  Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal. Sedangkan Cyber Crime itu sendiri  adalah  kejahatan  dimana  tindakan  kriminal  hanya  bisa  dilakukan  dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber atau di dunia maya yaitu dengan melalui internet.
 
   Pembuktian untuk tindak kejahatan di dunia maya dengan hukum eksisting di dunia nyata sudah terakomodir dalam UU ITE pasal 17 tentang transaksi elektronik, pasal 42 tentang penyidikan, dan pasal 44 tentang alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Ketiga pasal itu sudah cukup untuk membawa UU di dunia nyata ke ranah cybe. Jika pasal 27 dalam UU ITE tidak dieliminir, ketentuan pidana yang berlaku bisa tidak sewajarnya karena ada dua UU yang diterapkan. Tuntutan bisa saja dobel.
 
   Dalam pasal 45 UU ITE, ketentuan pidana akibat pelanggaran pasal 27 antara lain pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Jika ada pihak yang menolak diberlakukannya UU ITE, khususnya pasal 27, itu sama saja dengan membiarkan kejahatan di dunia maya.